Akhir
Cerita Kita
Janjiku
untuk setia denganmu ternyata tidak sejalan dengan takdir yang telah Tuhan
ukirkan dalam hidupku, walau kuyakin bahwa ini yang terbaik buatku tapi kenapa
hatiku sakit dan seakan tak rela menjalani semua ini.
Hari ini
tepat tiga tahun semenjak berakhirnya kisah kita, untuk pertama kalinya
kuberanikan jari ini menekan 12 digit nomormu yang belum bisa kuhapus dalam
ingatanku ,
“kak bisa kita
ketemu sebelum aku atau kk’ menjadi milik orang lain?” berhasil terkirim ke
nomornya. Beberapa menit kemudian tanpa kusangka sebelumnya, dia membalas
pesanku dan bersedia menemuiku dengan menanyakan tempatnya. Karpu adalah sebuah
pantai indah yang menjadi batas antara kampungku dengannya yang telah aku pilih
untuk bertemu dengannya. Sore itu tepat pukul 16.00 kulangkahkan kakiku menuju
tempat itu dengan perasaan yang tak menentu, sebenarnya aku takut karena harus
kuakui sampai saat dimana aku akan menjadi istri lelaki lain, aku belum bisa
menghapus namanya dihatiku walau kutau seminggu lagi dia juga resmi menjadi
milik orang lain tapi bedanya mungkin dia akan menjalani kehidupan dengan orang
yang dia cintai. Dalam perjalanan sesekali butiran mutiara bercucuran dipipiku,
tak bisa kubayangkan bagaimana aku bisa menatapnya setelah beberapa tahun belakangan
ini aku tak pernah melihatnya dan apa yang harus kulakukan untuk menahan
perasaanku yang masih terlalu besar untuknya?
Beberapa
menit perjalanan akhirnya aku sampai di pantai itu, kulihat dia sedang asyik
duduk di pinggir pantai menikmati keindahan ciptaan sang khalik, langkahku
semakin berat untuk menghampirinya walau jauh dilubuk hatiku yang terdalam
ingin rasanya aku berlari dan memeluknya untuk melepas kerinduanku yang telah
lama terpendam. Saat aku tepat berada dibelakangnya, tanganku terasa kaku untuk
sekedar menyentuh pundakmu yang dulu menjadi sandaranku saat terlelap dan
lelah, bibirku kelu untuk memanggil namanya, semua terasa berat bahkan saat
kuberanikan untuk menyebutnyapun aku harus relakan beberapa butir mutiara dari
mataku bercucuran. Wajah yang itu masih seperti yang dulu, tatapan itupun masih
seperti yang dulu tapi aku tak yakin jika rasanya masih sama denganku. Dengan
senyuman dia memanggilku untuk duduk disampingnya sembari menikmati keindahan
pantai itu, “gimana kabarnya” ? Tanyanya.
Alhamdulillah, kk’? Kataku. Syukurlah aku juga baik, oya mau bicara apa??
Tanyanya kembali. Aku terdiam kebingungan, entah apa yang harus kujawab untuk
pertanyaannya kali ini, aku tidak berani untuk sekedar berkata bahwa aku
merindukan saat-saat seperti saat itu, saat di mana aku bisa berada didekatnya
bahkan berharap bisa kembali bersandar
di bahunya.
Emmmhhh
dengar-dengar kakak mau merried yah?? Aku mencoba memberanikan diri untuk
bertanya dan dia hanya terdiam sambil menatapku seakan ingin menyampaikan
sesuatu yang mulutnya sulit untuk dia utarakan. Aku tahu dia sangat berat untuk
membahas hal semacam itu tapi tatapanku seakan menuntut dia untuk berbicara dan
syukur banget karena dia akhirnya mau bercerita. “Dulu aku pernah meminta
seorang wanita untuk menjadi yang pertama dan terakhir dalam hidupku tapi
dengan alasan yang entah kapan kutemukan dia pergi dan memintaku untuk
melepaskannya, walau sakit dan tak ikhlas aku lepaskan dia karena aku tahu dia
tidak bahagia denganku makanya dia meminta untuk pergi dariku tanpa dia tahu
sebagian besar hidupku selama ini kunikmati dengan bergalau-galau ria
mengenangnya tapi sekarang mungkin saatnya aku akhiri dan menuruti keinginan
orang tuaku yang ingin melihatku menikah layaknya pria dewasa yang seumuran denganku
makanya aku bersedia menikah dengan gadis yang telah dipilihkan untukku,”.
katanya (dengan air mata yang berlinang). Mendengarnya hatiku terasa sakit bak
ketibang pohon, aku tak bisa berkata sepatah katapun mendengar pengakuannya.
Selama ini
kita berdua masih saling mencintai tapi berpisah dengan harapan orang yang kita
cintai menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya. Tanpa sadar kepalaku telah
kurebahkan di bahunya dengan air mata yang tidak tau cara untuk menghentikannya.
“Aku minta maaf kak, tapi jujur selama ini waktukupun habis hanya untuk
mengenangmu karena tak sedetikpun aku bisa melepas bayanganmu dipikiranku tapi
dengan alasan kebahagiaanmu aku tidak pernah berani mengungkapkannya dan
sekarang seperti halnya dirimu, akupun akan menikah dengan pria yang tidak
kucintai tapi orangtuaku senang dengannya”.
Sambil
memperlihatkan sebuah botol kecil dia berkata, “dulu kamu berjanji untuk jadi yang
pertama dan terakhir untukku makanya aku
ingin walau kita hanya punya waktu sehari saja untuk bisa bersama, aku berharap
kita wujudkan keinginan kita untuk bersatu diakhir usia kita dan botol ini akan
kita kubur, siapapun yang takdirnya ternyata harus sendiri dengan alasan apapun
dengan pasangan kita nantinya maka harus datang kemari membawa kertas yang berisikan
alasan kenapa bisa sendiri dan nomor yang bisa dihubungi”. Katanya. Akupun
hanya bisa ngangguk sambil tersenyum dan dia memelukku dengan erat seakan tidak
rela melepasku untuk pergi menjalani kehidupan baru dengan pria yang lain. Tapi
bagaimanapun, inilah takdir yang harus ku jalani, takdirku dengannya hanya
sampai di sini, Tuhan hanya mau dia jadi bagian dari masa laluku dan aku
percaya bahwa pilihanNya jauh lebih baik karena dialah yang lebih tau mana yang
aku butuhkan untuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Kukubur anganku yang
teramat besar untuk bersamanya karena kini ada orang yang butuh kasih sayang
itu, orang yang begitu menyayangiku, mengabdikan hidupnya sepenuhnya untukku
dan keluarga kita nantinya walau tak bisa ku tepis bahwa kisahku denganmu
teramat indah untuk dilupakan tapi bagaimanapun kini aku milik orang lain
begitupun denganmu. Harapanku Tuhan selalu menunjukkan arah dan kebahagiann
untuk keluarga kita dan biarlah kisah kita jadi kenangan indah yang tak
terlupakan. JJJ
No comments:
Post a Comment