Translate

Monday, January 27, 2014

Cerpen_ Akhir Cerita Kita

Akhir Cerita Kita


Janjiku untuk setia denganmu ternyata tidak sejalan dengan takdir yang telah Tuhan ukirkan dalam hidupku, walau kuyakin bahwa ini yang terbaik buatku tapi kenapa hatiku sakit dan seakan tak rela menjalani semua ini.
Hari ini tepat tiga tahun semenjak berakhirnya kisah kita, untuk pertama kalinya kuberanikan jari ini menekan 12 digit nomormu yang belum bisa kuhapus dalam ingatanku ,
“kak bisa kita ketemu sebelum aku atau kk’ menjadi milik orang lain?” berhasil terkirim ke nomornya. Beberapa menit kemudian tanpa kusangka sebelumnya, dia membalas pesanku dan bersedia menemuiku dengan menanyakan tempatnya. Karpu adalah sebuah pantai indah yang menjadi batas antara kampungku dengannya yang telah aku pilih untuk bertemu dengannya. Sore itu tepat pukul 16.00 kulangkahkan kakiku menuju tempat itu dengan perasaan yang tak menentu, sebenarnya aku takut karena harus kuakui sampai saat dimana aku akan menjadi istri lelaki lain, aku belum bisa menghapus namanya dihatiku walau kutau seminggu lagi dia juga resmi menjadi milik orang lain tapi bedanya mungkin dia akan menjalani kehidupan dengan orang yang dia cintai. Dalam perjalanan sesekali butiran mutiara bercucuran dipipiku, tak bisa kubayangkan bagaimana aku bisa menatapnya setelah beberapa tahun belakangan ini aku tak pernah melihatnya dan apa yang harus kulakukan untuk menahan perasaanku yang masih terlalu besar untuknya?
Beberapa menit perjalanan akhirnya aku sampai di pantai itu, kulihat dia sedang asyik duduk di pinggir pantai menikmati keindahan ciptaan sang khalik, langkahku semakin berat untuk menghampirinya walau jauh dilubuk hatiku yang terdalam ingin rasanya aku berlari dan memeluknya untuk melepas kerinduanku yang telah lama terpendam. Saat aku tepat berada dibelakangnya, tanganku terasa kaku untuk sekedar menyentuh pundakmu yang dulu menjadi sandaranku saat terlelap dan lelah, bibirku kelu untuk memanggil namanya, semua terasa berat bahkan saat kuberanikan untuk menyebutnyapun aku harus relakan beberapa butir mutiara dari mataku bercucuran. Wajah yang itu masih seperti yang dulu, tatapan itupun masih seperti yang dulu tapi aku tak yakin jika rasanya masih sama denganku. Dengan senyuman dia memanggilku untuk duduk disampingnya sembari menikmati keindahan pantai itu,  “gimana kabarnya” ? Tanyanya. Alhamdulillah, kk’? Kataku. Syukurlah aku juga baik, oya mau bicara apa?? Tanyanya kembali. Aku terdiam kebingungan, entah apa yang harus kujawab untuk pertanyaannya kali ini, aku tidak berani untuk sekedar berkata bahwa aku merindukan saat-saat seperti saat itu, saat di mana aku bisa berada didekatnya bahkan berharap   bisa kembali bersandar di bahunya.
Emmmhhh dengar-dengar kakak mau merried yah?? Aku mencoba memberanikan diri untuk bertanya dan dia hanya terdiam sambil menatapku seakan ingin menyampaikan sesuatu yang mulutnya sulit untuk dia utarakan. Aku tahu dia sangat berat untuk membahas hal semacam itu tapi tatapanku seakan menuntut dia untuk berbicara dan syukur banget karena dia akhirnya mau bercerita. “Dulu aku pernah meminta seorang wanita untuk menjadi yang pertama dan terakhir dalam hidupku tapi dengan alasan yang entah kapan kutemukan dia pergi dan memintaku untuk melepaskannya, walau sakit dan tak ikhlas aku lepaskan dia karena aku tahu dia tidak bahagia denganku makanya dia meminta untuk pergi dariku tanpa dia tahu sebagian besar hidupku selama ini kunikmati dengan bergalau-galau ria mengenangnya tapi sekarang mungkin saatnya aku akhiri dan menuruti keinginan orang tuaku yang ingin melihatku menikah layaknya pria dewasa yang seumuran denganku makanya aku bersedia menikah dengan gadis yang telah dipilihkan untukku,”. katanya (dengan air mata yang berlinang). Mendengarnya hatiku terasa sakit bak ketibang pohon, aku tak bisa berkata sepatah katapun mendengar pengakuannya.
Selama ini kita berdua masih saling mencintai tapi berpisah dengan harapan orang yang kita cintai menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya. Tanpa sadar kepalaku telah kurebahkan di bahunya dengan air mata yang tidak tau cara untuk menghentikannya. “Aku minta maaf kak, tapi jujur selama ini waktukupun habis hanya untuk mengenangmu karena tak sedetikpun aku bisa melepas bayanganmu dipikiranku tapi dengan alasan kebahagiaanmu aku tidak pernah berani mengungkapkannya dan sekarang seperti halnya dirimu, akupun akan menikah dengan pria yang tidak kucintai tapi orangtuaku senang dengannya”.
Sambil memperlihatkan sebuah botol kecil dia berkata, “dulu kamu berjanji untuk jadi yang pertama dan terakhir untukku  makanya aku ingin walau kita hanya punya waktu sehari saja untuk bisa bersama, aku berharap kita wujudkan keinginan kita untuk bersatu diakhir usia kita dan botol ini akan kita kubur, siapapun yang takdirnya ternyata harus sendiri dengan alasan apapun dengan pasangan kita nantinya maka harus datang kemari membawa kertas yang berisikan alasan kenapa bisa sendiri dan nomor yang bisa dihubungi”. Katanya. Akupun hanya bisa ngangguk sambil tersenyum dan dia memelukku dengan erat seakan tidak rela melepasku untuk pergi menjalani kehidupan baru dengan pria yang lain. Tapi bagaimanapun, inilah takdir yang harus ku jalani, takdirku dengannya hanya sampai di sini, Tuhan hanya mau dia jadi bagian dari masa laluku dan aku percaya bahwa pilihanNya jauh lebih baik karena dialah yang lebih tau mana yang aku butuhkan untuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Kukubur anganku yang teramat besar untuk bersamanya karena kini ada orang yang butuh kasih sayang itu, orang yang begitu menyayangiku, mengabdikan hidupnya sepenuhnya untukku dan keluarga kita nantinya walau tak bisa ku tepis bahwa kisahku denganmu teramat indah untuk dilupakan tapi bagaimanapun kini aku milik orang lain begitupun denganmu. Harapanku Tuhan selalu menunjukkan arah dan kebahagiann untuk keluarga kita dan biarlah kisah kita jadi kenangan indah yang tak terlupakan. JJJ



No comments:

Post a Comment