Strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang akan dipilih dan
digunakan oleh seorang pengajar untuk menyampaikan materi pembelajaran sehingga
akan memudahkan peserta didik menerima dan memahami materi pembelajaran, yang
pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat dikuasainya di akhir kegiatan belajar. Dalam
strategi pembelajaran harus mengandung penjelasan tentang metode/prosedur dan
teknik yang digunakan selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan perkataan
lain , strategi pembelajaran mengandung arti yang lebih luas dari metode dan
teknik. Artinya, metode/prosedur dan teknik pembelajaran merupakan bagian dari
strategi pembelajaran.
Berbicara mengenai strategi pembelajaran, tak terlepas dari masalah
yang timbul karena tidak efektifnya strategi yang digunakan oleh pengajar
khususnya dalam pembelajaran matematika. Diantaranya adalah
pelajaran matematika di sekolah masih dianggap merupakan pelajaran yang
menakutkan bagi banyak siswa, antara lain karena masih banyak siswa yang menganggap
pelajaran matematika terasa sukar dan tidak menarik meski dalam banyak
kesempatan sering pula dikatakan bahwa
matematika merupakan ilmu yang sangat berguna bagi kehidupan manusia termasuk dalam
kehidupan sehari-hari, banyak orang belum bisa merasakan manfaat matematika
dalam kehidupan mereka. Beberapa cabang matematika tertentu yang memberikan
pengetahuan dan keterampilan praktis seperti berhitung, statistika dan
geometri. Karena adanya masalah
tersebut, banyak siswa menjadi kurang
termotivasi dalam mempelajari matematika. Selain itu, adanya masalah tersebut
juga menyebabkan pendidikan matematika di sekolah kurang memberikan sumbangan
yang berarti bagi pendidikan anak secara keseluruhan, baik bagi pengembangan
kemampuan berpikir, bagi pembentukan sikap, maupun pengembangan kepribadian
secara keseluruhan. Dengan situasi seperti itu, pendidikan matematika di
sekolah, dan pendidikan formal pada umumnya, cenderung menghasilkan lulusan
yang mempunyai banyak pengetahuan (khususnya pengetahuan faktual), tetapi
miskin dalam kemampuan berpikir, dan miskin dalam hal kepribadian, termasuk
berjiwa penakut, kurang berani mengambil keputusan, dan kurang berani
bertanggung jawab atas tindakan yang telah dilakukan. Padahal dalam dunia yang
semakin kompleks ini, pada diri setiap orang semakin dituntut adanya kemampuan
berpikir yang tinggi dan kreatif, kepribadian yang jujur dan mandiri, dan sikap
yang responsif terhadap perkembangan-perkembangan yang terjadi di lingkungannya
atau di dalam masyarakat (NCTM, 1989; National Research Council, 1989). Hal
ini berlaku di banyak negara, termasuk Indonesia, terlebih-lebih dalam era
sekarang ini, di mana demokrasi, hak-hak asasi manusia, dan otonomi dalam
berbagai tataran (individu, kelompok, masyarakat, dan daerah ) semakin dianggap
penting.
Oleh karena itu, agar dapat memotivasi siswa untuk belajar
matematika dan mampu mendidik para siswa sehingga mereka bisa tumbuh menjadi
orang-orang yang mampu berpikir secara mandiri dan kreatif, berkepribadian
mandiri, dan mempunyai kemampuan dan keberanian dalam menghadapi
masalah-masalah dalam kehidupan mereka sehingga
dapat membantu meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia
diperlukan strategi yang tepat dalam pembelajarannya.
Strategi pembelajaran yang sesuai untuk mengaktualisasikan
potensi-potensi matematika adalah strategi yang memenuhi kriteria
(syarat-syarat) berikut:
a.
Strategi
tersebut harus memberikan kesempatan dan dorongan bagi siswa untuk secara aktif
mengkonstruksi makna (meaning) dari materi-materi yang dipelajari, untuk
mengusahakan agar proses pembelajaran betul-betul bermakna (meaningful) bagi
para siswa yang bersangkutan, sehingga pengetahuan-pengetahuan,
kemampuan-kemampuan, sikap-sikap, dan lain-lain yang dipelajari bisa terinternalisasi
dengan baik (Schifter & Fosnot, 1993). Jika proses belajar aktif dan
konstruktif tidak dilakukan, dapat dikhawatirkan bahwa pembelajaran hanya
terjadi secara mekanistik , sehingga pengetahuan-pengetahuan,
kemampuan-kemampuan, sikap-sikap, dan lain-lain tidak terinternalisasi dengan
baik, atau bahkan tidak terinternalisasi sama sekali.
b. Strategi
harus secara ekspilist dan intensif melatih dan mengembangkan
kemampuan-kemampuan dan sikap-sikap seperti yang disebutkan di atas. Dalam
kenyataan yang sering terjadi, pada bagian awal dari GBPP (Garis-garis Besar Program
Pengajaran) ada perumusan tujuan tentang kemampuan-kemampuan dan sikap-sikap yang
diharapkan akan diperoleh akan tetapi, dalam pelaksanaan dari kegiatan
pembelajaran tidak ada usaha yang eksplisit untuk mengupayakan agar
kemampuan-kemampuan dan sikap-sikap itu betul-betul bisa diperoleh, dengan
akibat bahwa para siswa kemungkinan besar tidak bisa memperoleh atau
mengembangkan kemampuan-kemampuan dan sikap-sikap tersebut.
c. Strategi
pembelajaran matematika tersebut harus banyak menggunakan contoh-contoh
kejadian (kasus, fenomena) dari dunia nyata untuk dikupas atau dinalisis.
Misalnya, untuk melatih siswa dalam memecahkan masalah-masalah dalam dunia
nyata, contoh-contoh masalah yang berasal dari dunia sebaiknya juga digunakan.
Dengan contoh-contoh kasus nyata tersebut, di samping proses pemecahan masalah
menjadi aktual, siswa juga mengetahui konteks-konteks dalam dunia nyata yang
bisa dianalisis secara matematis, atau bisa dikupas segi-segi matematisnya.
Proses ini juga akan memperkuat motivasi siswa dalam mempelajari matematika,
sebab siswa mengetahui relevansi matematika yang mereka pelajari dengan situasi
kehidupan nyata yang mereka alami. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Prof.
Hans Freudenthal bahwa matematika yang
dipelajari oleh siswa sedapat mungkin harus dekat atau relevan dengan kenyataan
hidup yang dialami oleh para siswa sehari-hari (dalam de Lange, 1987; dan
Heuvel-Panhuizen, 1996).
d. Strategi
tersebut perlu menunjukkan kegunaan matematika secara terintegrasi pada
berbagai masalah, untuk mengusahakan agar siswa memahami bahwa dalam kehidupan
nyata seringkali suatu masalah atau suatu gejala memuat berbagai aspek sehingga
cabang matematika bisa dipakai bersama-sama untuk menganalisis masalah atau
gejala tersebut.
Jika kita
mencermati pembelajaran matematika di sekolah di Indonesia dewasa ini, ada
beberapa gejala yang tampak mencolok, antara lain :
a.
Materi
pembelajaran yang sangat padat dibandingkan dengan waktu yang tersedia
b. Strategi
pembelajaran yang lebih didominasi oleh upaya untuk menyelesaikan materi
pembelajaran dalam waktu yang tersedia, dan kurang adanya proses dalam diri
siswa untuk mencerna materi secara aktif dan konstruktif.
c. Orientasi
pembelajaran yang terpaku pada ulangan umum atau Ebtanas.
d.
Kurang
keterkaitan antara materi dan proses pembelajaran dengan dunia nyata.
Berdasarkan
gejala-gejala tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika di
Indonesia saat ini belum mampu mengaktualisasikan potensi-potensi matematika
pada diri siswa. Untuk mengupayakan agar pembelajaran matematika di Indonesia
dapat mengaktualisasikan potensi-potensi
matematika pada diri siswa, salah
satu hal yang perlu diterapkan adalah penerapan strategi pembelajaran yang
lebih memberikan kesempatan pada siswa untuk mempelajari matematika secara
aktif dan konstruktif, dan upaya untuk lebih melibatkan dunia nyata dalam
proses pembelajaran matematika di sekolah.
No comments:
Post a Comment