Translate

Monday, June 23, 2014

STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI INDONESIA

Strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang akan dipilih dan digunakan oleh seorang pengajar untuk menyampaikan materi pembelajaran sehingga akan memudahkan peserta didik menerima dan memahami materi pembelajaran, yang pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat dikuasainya di akhir kegiatan belajar. Dalam strategi pembelajaran harus mengandung penjelasan tentang metode/prosedur dan teknik yang digunakan selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan perkataan lain , strategi pembelajaran mengandung arti yang lebih luas dari metode dan teknik. Artinya, metode/prosedur dan teknik pembelajaran merupakan bagian dari strategi pembelajaran.
Berbicara mengenai strategi pembelajaran, tak terlepas dari masalah yang timbul karena tidak efektifnya strategi yang digunakan oleh pengajar khususnya dalam pembelajaran matematika. Diantaranya  adalah  pelajaran matematika di sekolah masih dianggap merupakan pelajaran yang menakutkan bagi banyak siswa, antara lain karena masih banyak siswa yang menganggap pelajaran matematika terasa sukar dan tidak menarik meski dalam banyak kesempatan sering pula  dikatakan bahwa matematika merupakan ilmu yang sangat berguna bagi kehidupan manusia termasuk dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang belum bisa merasakan manfaat matematika dalam kehidupan mereka. Beberapa cabang matematika tertentu yang memberikan pengetahuan dan keterampilan praktis seperti berhitung, statistika dan geometri. Karena adanya  masalah tersebut, banyak  siswa menjadi kurang termotivasi dalam mempelajari matematika. Selain itu, adanya masalah tersebut juga menyebabkan pendidikan matematika di sekolah kurang memberikan sumbangan yang berarti bagi pendidikan anak secara keseluruhan, baik bagi pengembangan kemampuan berpikir, bagi pembentukan sikap, maupun pengembangan kepribadian secara keseluruhan. Dengan situasi seperti itu, pendidikan matematika di sekolah, dan pendidikan formal pada umumnya, cenderung menghasilkan lulusan yang mempunyai banyak pengetahuan (khususnya pengetahuan faktual), tetapi miskin dalam kemampuan berpikir, dan miskin dalam hal kepribadian, termasuk berjiwa penakut, kurang berani mengambil keputusan, dan kurang berani bertanggung jawab atas tindakan yang telah dilakukan. Padahal dalam dunia yang semakin kompleks ini, pada diri setiap orang semakin dituntut adanya kemampuan berpikir yang tinggi dan kreatif, kepribadian yang jujur dan mandiri, dan sikap yang responsif terhadap perkembangan-perkembangan yang terjadi di lingkungannya atau di dalam masyarakat (NCTM, 1989; National Research Council, 1989). Hal ini berlaku di banyak negara, termasuk Indonesia, terlebih-lebih dalam era sekarang ini, di mana demokrasi, hak-hak asasi manusia, dan otonomi dalam berbagai tataran (individu, kelompok, masyarakat, dan daerah ) semakin dianggap penting.
Oleh karena itu, agar dapat memotivasi siswa untuk belajar matematika dan mampu mendidik para siswa sehingga mereka bisa tumbuh menjadi orang-orang yang mampu berpikir secara mandiri dan kreatif, berkepribadian mandiri, dan mempunyai kemampuan dan keberanian dalam menghadapi masalah-masalah dalam kehidupan mereka sehingga  dapat membantu meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia diperlukan strategi yang tepat dalam pembelajarannya.
Strategi pembelajaran yang sesuai untuk mengaktualisasikan potensi-potensi matematika adalah strategi yang memenuhi kriteria (syarat-syarat) berikut:
a.    Strategi tersebut harus memberikan kesempatan dan dorongan bagi siswa untuk secara aktif mengkonstruksi makna (meaning) dari materi-materi yang dipelajari, untuk mengusahakan agar proses pembelajaran betul-betul bermakna (meaningful) bagi para siswa yang bersangkutan, sehingga pengetahuan-pengetahuan, kemampuan-kemampuan, sikap-sikap, dan lain-lain yang dipelajari bisa terinternalisasi dengan baik (Schifter & Fosnot, 1993). Jika proses belajar aktif dan konstruktif tidak dilakukan, dapat dikhawatirkan bahwa pembelajaran hanya terjadi secara mekanistik , sehingga pengetahuan-pengetahuan, kemampuan-kemampuan, sikap-sikap, dan lain-lain tidak terinternalisasi dengan baik, atau bahkan tidak terinternalisasi sama sekali.
b.  Strategi harus secara ekspilist dan intensif melatih dan mengembangkan kemampuan-kemampuan dan sikap-sikap seperti yang disebutkan di atas. Dalam kenyataan yang sering terjadi, pada bagian awal dari GBPP (Garis-garis Besar Program Pengajaran) ada perumusan tujuan tentang kemampuan-kemampuan dan sikap-sikap yang diharapkan akan diperoleh akan tetapi, dalam pelaksanaan dari kegiatan pembelajaran tidak ada usaha yang eksplisit untuk mengupayakan agar kemampuan-kemampuan dan sikap-sikap itu betul-betul bisa diperoleh, dengan akibat bahwa para siswa kemungkinan besar tidak bisa memperoleh atau mengembangkan kemampuan-kemampuan dan sikap-sikap tersebut.
c.  Strategi pembelajaran matematika tersebut harus banyak menggunakan contoh-contoh kejadian (kasus, fenomena) dari dunia nyata untuk dikupas atau dinalisis. Misalnya, untuk melatih siswa dalam memecahkan masalah-masalah dalam dunia nyata, contoh-contoh masalah yang berasal dari dunia sebaiknya juga digunakan. Dengan contoh-contoh kasus nyata tersebut, di samping proses pemecahan masalah menjadi aktual, siswa juga mengetahui konteks-konteks dalam dunia nyata yang bisa dianalisis secara matematis, atau bisa dikupas segi-segi matematisnya. Proses ini juga akan memperkuat motivasi siswa dalam mempelajari matematika, sebab siswa mengetahui relevansi matematika yang mereka pelajari dengan situasi kehidupan nyata yang mereka alami. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Prof. Hans Freudenthal  bahwa matematika yang dipelajari oleh siswa sedapat mungkin harus dekat atau relevan dengan kenyataan hidup yang dialami oleh para siswa sehari-hari (dalam de Lange, 1987; dan Heuvel-Panhuizen, 1996).
d. Strategi tersebut perlu menunjukkan kegunaan matematika secara terintegrasi pada berbagai masalah, untuk mengusahakan agar siswa memahami bahwa dalam kehidupan nyata seringkali suatu masalah atau suatu gejala memuat berbagai aspek sehingga cabang matematika bisa dipakai bersama-sama untuk menganalisis masalah atau gejala tersebut.
Jika kita mencermati pembelajaran matematika di sekolah di Indonesia dewasa ini, ada beberapa gejala yang tampak mencolok, antara lain :
a.    Materi pembelajaran yang sangat padat dibandingkan dengan waktu yang tersedia
b. Strategi pembelajaran yang lebih didominasi oleh upaya untuk menyelesaikan materi pembelajaran dalam waktu yang tersedia, dan kurang adanya proses dalam diri siswa untuk mencerna materi secara aktif dan konstruktif.
c.    Orientasi pembelajaran yang terpaku pada ulangan umum atau Ebtanas.
d.   Kurang keterkaitan antara materi dan proses pembelajaran dengan dunia nyata.

Berdasarkan gejala-gejala tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika di Indonesia saat ini belum mampu mengaktualisasikan potensi-potensi matematika pada diri siswa. Untuk mengupayakan agar pembelajaran matematika di Indonesia dapat mengaktualisasikan potensi-potensi  matematika pada diri  siswa, salah satu hal yang perlu diterapkan adalah penerapan strategi pembelajaran yang lebih memberikan kesempatan pada siswa untuk mempelajari matematika secara aktif dan konstruktif, dan upaya untuk lebih melibatkan dunia nyata dalam proses pembelajaran matematika di sekolah.

No comments:

Post a Comment